Rabu, 17 Desember 2008

SATRIA NUSANTARA (Seni Pernafasan Untuk Kesehatan)

PENYEMBUH TERBAIK ADALAH DARI TUBUH DAN JIWA KITA SENDIRI
Evolusi secara universal menunjukan bahwa sistem apapun apabila dimanja ia akan menjadi lemah, sebaliknya apabila sistem itu ditantang ia akan beradaptasi, berkembang, mempertahankan diri (survival) dan semakin kuat. Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna bahan bakunya, didalamnya terdapat mekanisme sempurna untuk merawat, mengatur, menolak penyakit dan menyembuhkan diri sendiri, sehingga sangatlah penting meningkatkan daya survival dan penyembuhan alam dari dalam tubuh dan jiwa kita sendiri agar penyembuhan tuntas sampai ke faktor penyebabnya tanpa harus tergantung kepada obat-obatan kimia yang berefek negatif jangka panjang, mahal harganya dan sekedar menghilangkan gejala penyakit.
Dengan prinsip gesekan-gesekan dan jurus, biolistrik tubuh dibuat menjadi aktif memancarkan medan bioelektromagnetik. Medan bioelektromagnetik ini merupakan antibodi getaran manusia, sistem kerjanya sama dengan anti bodi fisik di dalam tubuh dalam menghadapi serangan penyakit, yaitu bekerja spontan, otomatis, reaktif dan defensif tanpa harus diperintah lagi, asalkan ada rangsangan getaran asing yang datang dan menganggu keseimbangan tubuh.
Dengan terbentuknya medan bioelektromagnetik di dalam tubuh akan dapat dimanfaatkan untuk menangkal serangan dari luar berupa getaran-getaran metafisis, misalnya guna-guna, santet, hipnotis, sihir, niat jahat maupun gangguan makhluk halus.
Dengan latihan yang teratur, benar dan berulang-ulang akan menghasilkan otot-otot yang semakin kenyal dan liat. Aliran energi dilatih untuk dikonsentrasikan pada bagian-bagian tubuh yang dikehendaki, sehingga tubuh akan terlatih dan tahan mendapat benturan atau pukulan benda keras tanpa terjadi cidera yang berarti (meminimalkan cidera).
Serangan penyakit dan pikiran negatif timbul dari dalam tubuh kita sendiri, dengan berlatih yang benar yaitu memadukan 3 unsur dalam latihan yaitu jurus, napas dan konsentrasi(dzikir), maka akan membangkitkan anti bodi terhadap penyakit disfungsional organ tubuh, dan juga tertanamnya dzikir dalam hati, maka hati menjadi tenang dan mampu mengendalikan nafsu negatif.

SEHAT & BUGAR ALA SATRIA NUSANTARA

Oleh : H. Maryanto


Ada 3 (tiga) hal pokok yang diolah dan dikembangkan dalam mempelajari Ilmu Seni Pernafasan Satria Nusantara, yaitu : Nafas, Gerak dan Konsentrasi/Jiwa.


Adapun Pelatihan Seni Pernafasan Satria Nusantara dilakukan dalam beberapa tahap :
1. Berdoa
Sebelum mulai berlatih tenangkan diri dan pikiran dan berdoa menurut agamanya. Doa adalah suatu kegiatan khusus manusia bertuhan dalam rangka membangun hubungan batin dengan Tuhannya, dengan cara menyadari kelemahan dan keterbatasan yang dimiliki sehingga meminimalkan egosentris disertai dengan penyerahan diri secara total kepada Sang Penentu Kehidupan. Ketenangan jiwa akan meningkatkan kerja syaraf pusat dan meningkatkan daya tahan sistem secara menyeluruh.
Pada saat doa pertama, seyogjanya segala beban pikiran dan kesibukan pekerjaan diluar pelatihan yang masih membebani pikiran diusahakan untuk dihilangkan. Perlu disadari bahwa fase ini mulai memasuki kehidupan dunia pelatihan Satria Nusantara, berada dalam keadaan relaksasi penuh dan siap menuju pengolahan diri.
2. Nafas Duduk Awal (10 menit)
Nafas Duduk Awal merupakan tahapan dimana proses pengkondisian dari dunia luar ke dalam dunia seni pernafasan. Tubuh mulai diajak dan dibiasakan dengan pola nafas yang diatur diluar kebiasaan refleks, sehingga konsentrasi ke dunia mikro masing-masing diharapkan mulai terjadi. Fungsi utama atas duduk awal ini adalah peyiapan dan pemanasan (worming up) bagian dalam tubuh sebelum Nafas Jurus. Sepuluh menit duduk nafas awal sudah mulai menyebabkan tubuh menjadi hangat dan berkeringat.
3. Nafas Jurus (60 menit atau lebih)
Nafas Jurus merupakan pengolahan pernafasan yang dilakukan bersamaan dengan melakukan gerak tertentu atau yang disebut Jurus. Ada 2 (dua) jenis Nafas Jurus yang dipelajari di Satria Nusantara yaitu Nafas Dasar dan Nafas Gabungan.
Yang dimaksud dengan Nafas Dasar ialah nafas ditekan dan ditahan selama melakukan gerakan jurus. Sedangkan Nafas Gabungan adalah nafas tarik, tekan/tahan, atau keluar disesuaikan dengan gerakan jurusnya.
4. Berdoa
Pada saat doa kedua, berharap mendapat manfaat berlatih dan mensyukuri nikmat diberikan kesehatan dan kekuatan untuk digunakan dalam kehidupan keseharian.
5. Nafas Duduk Akhir (10 menit)
Nafas Duduk Akhir dilakukan untuk proses pendinginan tubuh (cooling down), menuju kondisi dunia luar, sekaligus mengendapkan dan menyimpan hasil-hasil pelatihan. Sepuluh menit Duduk nafas Akhir membuat tubuh menjadi normal kembali dan keringat berhenti mengalir.

HASIL PELATIHAN BERDASARKAN HASIL PENELITIAN

Kebenaran suatu ilmu tidak hanya cukup dibicarakan. Selain dirasakan manfaatnya secara langsung, perlu pula dicari kebenaran dan pengembangannya melalui percobaan dan penelitian sehingga hasilnya berupa fakta tak terbantahkan, bukan sekedar teori dan konsep yang dapat dibantah teori lain.

Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan Ilmu Satria Nusantara dan dilakukan oleh para ahli/pakar dibidangnya masing-masing adalah sebagai berikut :

1. dr. Noviar, DSKO (Fakultas Kedokteran UI Jakarta)
Dalam rangka tesis S-2, beliau mengadakan penelitian tentang pengaruh pelatihan Satria Nusantara terhadap kesegaran jasmani (diwakili pengukuran VO2MAX) menggunakan objek anggota-anggota Satria Nusantara Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan VO2MAX sebesar 19,8% dan sangat bermakna (p = 0,00) selama 3 bulan pelatihan. Ini membuktikan pelatihan Ilmu Satria Nusantara secara nyata mampu meningkatkan kesegaran jasmani yaitu meningkatkan daya tahan kerja jantung-paru, pembuluh darah dan otot-otot mayoritas.

2. Prof. DR. Abdul Razak Thaha, dkk. (SP3T Sul-Sel dan Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar)
Penelitian dilakukan untuk melihat manfaat pelatihan Pradasar selama 12 hari. Hasil penelitian menunjukkan :
1. Berat badan peserta menuju normal
2. Meningkatkan kekuatan kontraksi otot, terutama otot tungkai, tangan, dada, punggung dan pinggang.
3. Meningkatkan kemampuan ventilasi paru.
4. Menurunkan lemak tubuh terutama otot perut dan triseps.
5. Meningkatkan efisiensi kerja kardiovaskular yaitu menurunnya denyut jantung dan tekanan darah sistolik.

3. Prof. dr. Giriwijoyo YSS., Dkk. (FPOK IKIP Bandung)
Meneliti pengaruh pelatihan Satria Nusantara terhadap tekanan darah dan denyut nadi istirahat. Hasil penelitian menunjukkan tekanan darah menuju normal dan denyut nadi istirahat menurun.

4. Muchtamadji M. A. Dkk. (FPOK IKIP Bandung)
Meneliti pengaruh pelatihan Satria Nusantara terhadap kapasitas vital paru dan kemampuan menahan nafas. Hasil penelitian menunjukkan kapasitas vital paru meningkat dan kemampuan menahan nafas jauh lebih lama.

5. DR. Suhartono TP, dkk. (Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya)
Meneliti pengaruh pelatihan Satria Nusantara terhadap daya tahan stres dan imun (kekebalan) dengan melihat kandungan kadar hormon anti stres ACTH dan hormon Kortisol anggota Satria Nusantara dibandingkan kelompok lain (kontrol). Beda kadar hormon anti stres ACTH dan hormon Kortisol pretest dan postest hasil penelitian sebagai berikut :
Kelompok
ACTH 7,526 + 11, 79
Kortisol 1,610 + 2,37
Satria Nusantara -3,020 + 6,58
Kontrol 0,454 + 2,33

Uji statistik menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05). Penelitian ini membuktikan :
1. Peningkatan hormon anti stres ACTH yang lebih besar pada anggota Satria Nusantara, menunjukkan anggota Satria Nusantara memiliki daya tahan yang lebih tinggi terhadap stres sehingga lebih sabar dan lebih bisa mengendalikan diri.
2. Peningkatan hormon Kortisol pada batas tertentu menunjukkan anggota Satria Nusantara memiliki imunitas (kekebalan tubuh) yang lebih baik terhadap penyakit. Jumlah hormon Kortisol yang cukup banyak juga cenderung menimbulkan suasana ceria dan gembira (happy).

6. Prof. DR. Abdul Razak Thaha, dkk. (SP3T Sul-Sel dan Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar)
Meneliti perbedaan keadaan psikis/kejiwaan antara berbagai Tingkatan Penguasaan Jurus dengan variabel : skala anxietas, manifest anxietas, caudality, ketergantungan, hipokondri, depresi, histeria, dan psikiastenia, menggunakan metode : MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) adaptasi untuk orang Indonesia oleh Rudy Salam (1989). Hasil penelitian menunjukkan :
1. Terdapat perbedaan skor yang bermakna antara kelompok Tingkatan Jurus pada variabel di atas.
2. Skor pada variabel semakin menurun dengan semakin tingginya Tingkatan Jurus.
Hal ini membuktikan semakin tinggi Tingkatan Jurusnya berarti semakin stabil emosinya dan percaya dirinya lebih besar.
7. DR. Sulistyawati dkk. (LAB. P4K-TD Departemen Kesehatan di Surabaya)
Meneliti tentang pengaruh pelatihan Satria Nusantara terhadap penderita diabetes militus (penyakit gula). Hasil penelitian menunjukkan :
1. Kadar gula menurun
2. Gejala neuropathi membaik sampai 60%.
Meneliti tentang pengaruh pelatihan Satria Nusantara terhadap penderita lepra.

Hasil penelitian menunjukkan :
1. Jumlah luka berkurang
2. Fungsi syaraf (perasa) meningkat
3. Semangat hidup dan percaya diri penderita meningkat

8. Prof. DR. Abdul Razak Thaha, dkk. (SP3T Sul-Sel dan Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar)Meneliti pengaruh pelatihan Satria Nusantara intensif 7 hari dan rutin 4 minggu terhadap : kadar kolesterol total, kadar HDL dan LDL, rasio HDL/LDL, Trigliseride, berat badan dan indeks massa tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan :
1. Penurunan berat badan
2. Penurunan indeks massa tubuh
3. Pelatihan intensif 7 hari mempunyai dampak bermakna terhadap :
a. Penurunan kadar kolesterol darah total
b. Peningkatan kadar HDL darah
c. Penurunan kadar LDL darah
d. Peningkatan rasio HDL/LDL darah
e. Penurunan kadar trigliseride darah
4. Pelatihan rutin 4 minggu dengan pengawasan ketat memiliki dampak bermakna terhadap :
a. Penurunan kadar kolesterol darah total
b. Penurunan kadar trigliseride darah
c. Mempertahankan kadar normal HDL dan LDL darah serta rasio HDL/LDL

9. DR. Hariadi, dkk. (LAB. P4K-TD Departemen Kesehatan di Surabaya)Menggunakan kamera radiasi termal inframerah mengukur adanya gelombang inframerah intensitas tinggi pada telapak tangan anggota Satria Nusantara (bertenaga dalam). Juga terlihat perbedaan titik-titik panas pada telapak tangan apabila :
a. Anggota berniat hanya sekedar mengkonsentrasikan tenaga di telapak tangan. Titik-titik panas lebih banyak di telapak tangan.
b. Anggota berniat memancarkan tenaga. Titik-titik panas agak menyebar keluar selain di telapak tangan.

10. DR. Sunarko, dkk. (Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya)
Meneliti tentang pengaruh pemaparan/pemancaran tenaga dalam terhadap tikus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus-tikus yang dipancari tenaga dalam dibanding yang tidak dipancari (kelompok kontrol) mengalami hal-hal sebagai berikut :
a. Sel darah merah dan hormon Kortisolnya lebih banyak.
b. Respon biologik berupa memakan makanan meningkat (makanan yang dimakan lebih banyak).
c. Berat badan, jantung dan tulangnya lebih berat.
d. Sel ginjal dan hepar tetap sama (hal ini menunjukkan bahwa pancaran tenaga dalam tidak bersifat meracuni).

11. DR. Hariadi, dkk. (LAB. P4K-TD Departemen Kesehatan di Surabaya)Menggunakan alat corona menghasilkan foto kirlian untuk mendeteksi penyakit seseorang melalui foto tiga jari tengahnya. Pada saat diadakan penghusadaan, dilihat loncatan corona pada tiga jari tengah pasien. Ternyata ada perubahan/perbedaan sebelum diobati, sedang proses penghusadaan (perubahan sangat aktif) dan sesudah selesai penghusadaan.